TABANAN, – Seleksi babak kualifikasi untuk PON 2024 untuk cabor Persatuan Selancar Ombak Indonesia (PSOI) Provinsi Bali menuai polemik.
Itu setelah salah satunya atlet PSOI dari Jembrana atas nama Zainal Abidin dicoret tanpa alasan yang pasti dan lantas kemudian diganti.
Menariknya, Ivan Krisnadewa Sudena meski asal Tabanan, sayang tidak terdaftar dalam KONI Tabanan, lantaran tidak pernah memberikan informasi.
Ketua KONI Tabanan, I Made Nurbawa, dalam keterangannya mengatakan bahwa ada lima kabupaten yang mengikuti seleksi babak kualifikasi PSOI untuk PON 2024. Di antaranya Jembrana, Tabanan, Badung, Denpasar dan Gianyar yang dilakukan pada 20-21/September.
“Nah, yang kemarin ini, ribut saat seleksi menuju babak kualifikasi. Padahal atlet Jembrana sudah masuk di SK penetapan, tiba-tiba dicoret. Sialnya lagi dicoret saat hari H kualifikasi,” ungkap Nurbawa dihubungi Minggu (24/9/2023).
Dari situlah sudah terlihat manajemen penyelenggaraan seleksi kualifikasi PON di cabor selancar tidak beres dan tidak lazim. Juga dinilai tidak prosedural, tidak profesional tidak menghargai atlet. “Ini membunuh mental atlet, yang sudah lama dibina dan berlatih untuk menuju seleksi,” ucapnya.
Selain itu Nurbawa juga menyoroti soal ditunjukkan atlet PSOI Tabanan Ivan Krisnadewa Sudena menggantikan Zainal Abidin.
Menariknya atlet Ivan ini status saja asal Tabanan, tetapi pihaknya tidak mengetahui atlet tersebut. Atlet tidak dikenal Koni Tabanan. Baik dari cabor maupun dari atlet sendiri tidak pernah berkoordinasi dan melaporkan kepada Koni Tabanan.
“Parahnya lagi ternyata binaan dari Pemprov Bali, tapi juga tidak ada koordinasi, kan artinya Koni Tabanan tidak dianggap. Padahal Koni Tabanan induk organisasi yang membawahi masing-masing cabor,” jelasnya.
Menurut Nurbawa pencoretan kepada atlet Jembrana yang digantikan oleh atlet itu tidak prosedural dan lazim terjadi, karena saat hari ini dan sudah dikeluarkan SK penetapan.
Walaupun kemudian alasan dari panitia seleksi PSOI PON 2024 Provinsi Bali adanya perubahan teknis dari pusat.
Kalau begitu di pusat yang tidak beres ini. Pembinaan atlet bukan sekedar prestasi atau latihan, tetapi bagaimana melindungi hak-hak atlet secara regulasi.
“Kami sangat kecewa, begitu pula dengan Jembrana yang rugi membina atlet. Menghancur mental atlet,” ungkapnya. (radarbali.com)
